Kabah, Pusat Kegiatan Ibadah Haji
Kabah merupakan bangunan tempat kita menghadapkan diri setiap kali shalat, di mana pun kita berada.
BEGITU sampai di Mekkah dan pertama kali melihat Kabah, nyaris setiap orang menitikkan air mata. Bahkan, bagi sebagian orang, hal ini berlaku setiap kali mereka datang ke Mekkah dan melihat Kabah. Bangunan Kabah sering kali memunculkan rasa haru yang mendalam.
Inilah bangunan tempat kita menghadapkan diri setiap kali shalat, di mana pun kita berada. Sesuatu yang sebelumnya tak tampak dan hanya ada dalam benak, hadir wujudnya di depan mata. Kini Kabah berada langsung di depan mata anggota jemaah. Indera penglihatan ini bisa memuaskan diri untuk memandang Kabah selama yang diinginkan.
Itulah hal yang sering kali membuat setiap anggota jemaah menitikkan air mata begitu melihat Kabah. Apalagi, pada masa berhaji, begitu banyak orang yang melakukan tawaf di sekeliling Kabah, tanpa melihat waktu, apakah itu pagi, siang, bahkan dini hari sekalipun. Kabah pada musim berhaji bisa dikatakan tak pernah sepi, kapan pun.
Melihat begitu banyak orang tawaf sambil membaca doa tawaf (berputar ke arah kiri sebanyak tujuh kali), ditambah dengan begitu banyak pula orang yang mengerjakan shalat di sekeliling Kabah, membuat hati semakin terasa tunduk dan takjub pada kebesaran Allah.
Ada doa yang dianjurkan untuk dibaca ketika melihat Kabah: Allahumma zid hadzalbaita tasyrifan wata’dhiman watakriman wamahabbatan wa zid mansyarrafahu wa’adzdzamahu wa karramahu mimman hajjahu awi’tamarahu tasyrifan wata’dhiman watakriman wabirran (Ya Allah, tambahkanlah kemuliaan, keagungan, kehormatan dan wibawa pada Bait (Kabah) ini. Tambahkanlah pula pada orang-orang yang memuliakan, mengagungkan, dan menghormatinya di antara mereka yang berhaji atau yang berumrah dengan kemuliaan, keagungan, kehormatan, dan kebaikan).
Dr Muhammad Ilyas Abdul Ghani dalam bukunya, Sejarah Kota Mekah Klasik dan Modern, menyebutkan, Kabah sering kali pula disebut sebagai Al-Bait, Baitullah, Al-Baitul Haram, Al-Baitul al-’Atiiq, dan Kiblat. Bangunan empat persegi panjang ini pada sudut timurnya disebut rukun Aswad, tempat Hajar Aswad; sudut selatan disebut rukun Yamani (sebab menghadap Yaman), sudut utara dinamakan rukun Irak (menghadap Irak), dan sudut barat adalah rukun Syam (menghadap Suriah).
Baitullah sebenarnya sudah ada sebelum dibangun Nabi Ibrahim. Namun, kondisinya hancur. Tempat inilah yang kemudian dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Setelah itu, Kabah mengalami berkali-kali pembangunan. Dalam Shahih Bukhari disebutkan, Yazid bin Ruman menyebutkan, Abdullah bin Zubair telah membangun Kabah pada fondasi yang lama.
Pembangunan Kabah menjadi permanen dilakukan pada masa Mekkah dikuasai suku Bani Quraisy, tahun 18 sebelum Hijriah. Mereka juga memberi atap Kabah dan membuat talang untuk membuang air dari Hijir Ismail. Bangunan Kabah pun ditinggikan menjadi 8,64 meter dari sebelumnya 4,32 meter. Pada masa inilah Rasulullah mengangkat dan meletakkan Hajar Aswad.
Tahun 1417 H, Raja Fahd bin Abdul Aziz memerintahkan rehabilitasi Kabah. Raja Fahd juga memperbarui dan melapisi mizab (bagian di atas Kabah untuk mengalirkan air) dengan emas.
Tentang pintu Kabah diceritakan, semula Nabi Ibrahim membuat dua pintu, di timur sebagai pintu masuk dan sebelah barat sebagai pintu keluar. Ketika orang Quraisy merehabilitasi Kabah, ditutuplah pintu barat, dan pintu timur dibuat menjadi dua. Raja Khalid bin Abdul Aziz Ali Saud yang kemudian memerintahkan untuk memperbarui pintu itu dan melapisinya dengan emas pada 1399 H.
Ada banyak kisah tentang sejarah penggunaan kiswah sebagai penutup Kabah. Ada yang menyatakan bahwa kiswah pertama kali dilakukan Nabi Ismail, ada yang berpendapat seorang penguasa Yaman, As’ad al-Himyari, yang melakukannya, ada pula yang menyatakan selain itu.